Cinta berpijak pada perasaan sekaligus akal sehat. Miskonsepsi pertama yang
ditentang adalah manusia jatuh cinta dengan menggunakan perasaan
belaka. Betul, kita jatuh cinta dengan hati. Tapi agar tidak menimbulkan
kekacauan di kemudian hari, kita diharapkan untuk juga menggunakan akal
sehat. Bohong besar kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa
bisa mengelak. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh cinta dipengaruhi
tradisi, kebiasaan, standar, gagasan, dan ideal kelompok dari mana kita
berasal. Bohong besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat
jatuh cinta, dan tidak bisa dimintai pertanggungan jawab bila
perbuatan-perbuatan impulsif itu berakibat buruk suatu ketika nanti.
Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal
kebodohan.
Cinta membutuhkan proses, saya juga menolak anggapan cinta bisa berasal
dari pandangan pertama. "Cinta itu tumbuh dan berkembang dan merupakan emosi
yang kompleks,". Untuk tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan
waktu. Jadi memang tidak mungkin kita mencintai seseorang yang tidak
ketahuan asal-usulnya dengan begitu saja. Cinta tidak pernah menyerang
tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit. Cinta datang hanya ketika dua
individu telah berhasil melakukan orientasi ulang terhadap hidup dan
memutuskan untuk memilih orang lain sebagai titik fokus baru Yang mungkin
terjadi dalam fenomena "cinta pada pandangan pertama" adalah pasangan
terserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat -- bahkan sampai
tergila-gila. Kemudian perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta tanpa
menempuh masa jeda. Dalam kasus "cinta pada pandangan pertama", banyak orang
tidak benar-benar mencintai pasangannya, melainkan jatuh cinta pada konsep
cinta itu sendiri. Sebaliknya dengan orang yang benar- benar mencinta.
Mereka mencintai pasangan sebagai persolinatas yang utuh.
Cinta tidak menguasai dan mengalah, tapi berbagi dan mengerti!!
Bukan cinta namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan. Juga bukan
cinta bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang mencinta
tidak menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi sebagai pasangan
untuk berbagi, juga untuk mengidentifikasi diri. Bila kita berkeinginan
menguasai kekasih (membatasi pergaulannya, melarangnya beraktivitas positif,
mengatur seleranya berbusana ataupun sebagainya) atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak keberatan dinomorsekiankan), berarti kita belum
siap memberi dan menerima cinta. itu namanya bukan cinta tapi KEEGOISAN DALAM MEMILIKI!!
Cinta itu konstruktif....
Individu yang mencinta berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri
sekaligus demi (kebanggaan) pasangan. Dia berani berambisi, bermimpi
konstruktif, dan merencanakan masa depan. Sebaliknya dengan yang jatuh cinta
impulsif. Bukannya berpikir dan bertindak konstruktif, dia kehilangan
ambisi, nafsu makan, dan minat terhadap masalah sehari-hari. Yang dipikirkan
hanya kesengsaraan pribadi. Impiannya pun tak mungkin tercapai. Bahkan
impian itu bisa menjadi subsitusi kenyataan.
Cinta tidak melenyapkan semua masalah...
Penganut faham romantik percaya cinta bisa mengatasi masalah. Seakan-akan
cinta itu obat bagi segala penyakit. Kemiskinan dan banyak problem lain
diyakini bisa diatasi dengan berbekal cinta belaka. Faktanya, cinta tidaklah
seajaib itu. Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih berani menghadapi
masalah. Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan jernih agar
bisa dicarikan jalan keluar. Orang yang tengah mabuk kepayang -- berarti
tidak benar-benar mencinta cenderung membutakan mata saat tercegat
masalah.
Cinta cenderung konstan...
Ya, cinta itu bergerak konstan. Maka kita patut curiga bila grafik perasaan
kita pada kekasih turun naik sangat tajam. Kalau saat jauh kita merasa
kekasih lebih hebat dibanding saat bersama, itu pertanda kita
mengidealisasikannya, bukan melihatnya secara realistis. Lantas saat kembali
bersama, kita memandang kekasih dengan lebih kritis dan hilanglah segala
bayangan hebat itu. Sebaliknya berhati-hatilah bila kita merasa kekasih
hebat saat kita berdekatan dengannya dan tidak lagi merasakan hal yang sama
saat dia jauh. Hal demikian menandakan kita terkecoh oleh daya tarik fisik.
Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan, kita
menyukainya dalam kadar sebanding.
Cinta tidak bertumpu pada daya tarik fisik...
Dalam hubungan cinta, daya tarik fisik penting. Tapi bahaya bila kita
menyukai kekasih hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor
lainnya. Saat jatuh cinta, kita menikmati dan memberi makna penting bagi
setiap kontak fisik. Kontak fisik, ketahuilah, hanya terasa menyenangkan
bila kita pasangan saling menyukai personalitas masing-masing. Maka bukan
cinta namanya, melainkan nafsu, bila kita menganggap kontak fisik hanya
memberi sensasi menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam cinta, afeksi
terwujud belakangan saat hubungan kian dalam. Sedang nafsu menuntut pemuasan
fisik sedari permulaan.
Cinta tidak buta, tapi menerima...
Cinta itu buta? Tidak sama sekali. Orang yang mencinta melihat dan menyadari
sisi buruk kekasih. Karena besarnya cinta, dia berusaha menerima dan
mentolerir. Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik. Namun keinginan
itu haruslah didasari perhatian dan maksud baik. Tidak boleh ada kritik
kasar, penolakan, kegeraman, atau rasa jijik. Nafsulah yang buta. Meski
pasangan sangat buruk, orang yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu
menerima tanpa keinginan memperbaiki. Juga meninggalkan pasangan saat
keinginannya terpuaskan, hanya karena pasangan punya secuil keburukan yang
sangat mungkin diperbaiki. CINTA TIDAK MENGENAL ITU!!
Cinta memperhatikan kelanjutan hubungan
Orang yang benar-benar mencinta memperhatikan perkembangan hubungan dengan
kekasih. Dia menghindari segala hal yang mungkin merusak hubungan. Sebisa
mungkin dia melakukan tindakan yang bisa memperkuat, mempertahankan, dan
memajukan hubungan. Orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha
keras menyenangkan kekasih. Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar
kekasih menerimanya, sehingga tercapailah kepuasan yang diincar. Orang yang
mencinta menyenangkan pasangan untuk memperkuat hubungan.
Cinta berani melakukan hal menyakitkan dan BERKORBAN...
Selain berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh-sungguh mencinta
memiliki perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan
hal yang tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang
berkata "tidak" saat anaknya minta es krim, padahal sedang flu. Begitulah
kita semua seharusnya bersikap pada pasangan.
CINTA TIDAK PERLU APA, TIDAK PERLU HARUS SEPERI INI, SEPERTI ITU, CINTA TIDAK MENUNTUT KITA, CINTA HANYA PERLU MENGERTI DAN MENERIMA!!!
slamat membaca! moga2 berguna buat lw semua yang lagi ngerasain yang namanya CINTA!
ditentang adalah manusia jatuh cinta dengan menggunakan perasaan
belaka. Betul, kita jatuh cinta dengan hati. Tapi agar tidak menimbulkan
kekacauan di kemudian hari, kita diharapkan untuk juga menggunakan akal
sehat. Bohong besar kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa
bisa mengelak. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh cinta dipengaruhi
tradisi, kebiasaan, standar, gagasan, dan ideal kelompok dari mana kita
berasal. Bohong besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat
jatuh cinta, dan tidak bisa dimintai pertanggungan jawab bila
perbuatan-perbuatan impulsif itu berakibat buruk suatu ketika nanti.
Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal
kebodohan.
Cinta membutuhkan proses, saya juga menolak anggapan cinta bisa berasal
dari pandangan pertama. "Cinta itu tumbuh dan berkembang dan merupakan emosi
yang kompleks,". Untuk tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan
waktu. Jadi memang tidak mungkin kita mencintai seseorang yang tidak
ketahuan asal-usulnya dengan begitu saja. Cinta tidak pernah menyerang
tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit. Cinta datang hanya ketika dua
individu telah berhasil melakukan orientasi ulang terhadap hidup dan
memutuskan untuk memilih orang lain sebagai titik fokus baru Yang mungkin
terjadi dalam fenomena "cinta pada pandangan pertama" adalah pasangan
terserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat -- bahkan sampai
tergila-gila. Kemudian perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta tanpa
menempuh masa jeda. Dalam kasus "cinta pada pandangan pertama", banyak orang
tidak benar-benar mencintai pasangannya, melainkan jatuh cinta pada konsep
cinta itu sendiri. Sebaliknya dengan orang yang benar- benar mencinta.
Mereka mencintai pasangan sebagai persolinatas yang utuh.
Cinta tidak menguasai dan mengalah, tapi berbagi dan mengerti!!
Bukan cinta namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan. Juga bukan
cinta bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang mencinta
tidak menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi sebagai pasangan
untuk berbagi, juga untuk mengidentifikasi diri. Bila kita berkeinginan
menguasai kekasih (membatasi pergaulannya, melarangnya beraktivitas positif,
mengatur seleranya berbusana ataupun sebagainya) atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak keberatan dinomorsekiankan), berarti kita belum
siap memberi dan menerima cinta. itu namanya bukan cinta tapi KEEGOISAN DALAM MEMILIKI!!
Cinta itu konstruktif....
Individu yang mencinta berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri
sekaligus demi (kebanggaan) pasangan. Dia berani berambisi, bermimpi
konstruktif, dan merencanakan masa depan. Sebaliknya dengan yang jatuh cinta
impulsif. Bukannya berpikir dan bertindak konstruktif, dia kehilangan
ambisi, nafsu makan, dan minat terhadap masalah sehari-hari. Yang dipikirkan
hanya kesengsaraan pribadi. Impiannya pun tak mungkin tercapai. Bahkan
impian itu bisa menjadi subsitusi kenyataan.
Cinta tidak melenyapkan semua masalah...
Penganut faham romantik percaya cinta bisa mengatasi masalah. Seakan-akan
cinta itu obat bagi segala penyakit. Kemiskinan dan banyak problem lain
diyakini bisa diatasi dengan berbekal cinta belaka. Faktanya, cinta tidaklah
seajaib itu. Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih berani menghadapi
masalah. Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan jernih agar
bisa dicarikan jalan keluar. Orang yang tengah mabuk kepayang -- berarti
tidak benar-benar mencinta cenderung membutakan mata saat tercegat
masalah.
Cinta cenderung konstan...
Ya, cinta itu bergerak konstan. Maka kita patut curiga bila grafik perasaan
kita pada kekasih turun naik sangat tajam. Kalau saat jauh kita merasa
kekasih lebih hebat dibanding saat bersama, itu pertanda kita
mengidealisasikannya, bukan melihatnya secara realistis. Lantas saat kembali
bersama, kita memandang kekasih dengan lebih kritis dan hilanglah segala
bayangan hebat itu. Sebaliknya berhati-hatilah bila kita merasa kekasih
hebat saat kita berdekatan dengannya dan tidak lagi merasakan hal yang sama
saat dia jauh. Hal demikian menandakan kita terkecoh oleh daya tarik fisik.
Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan, kita
menyukainya dalam kadar sebanding.
Cinta tidak bertumpu pada daya tarik fisik...
Dalam hubungan cinta, daya tarik fisik penting. Tapi bahaya bila kita
menyukai kekasih hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor
lainnya. Saat jatuh cinta, kita menikmati dan memberi makna penting bagi
setiap kontak fisik. Kontak fisik, ketahuilah, hanya terasa menyenangkan
bila kita pasangan saling menyukai personalitas masing-masing. Maka bukan
cinta namanya, melainkan nafsu, bila kita menganggap kontak fisik hanya
memberi sensasi menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam cinta, afeksi
terwujud belakangan saat hubungan kian dalam. Sedang nafsu menuntut pemuasan
fisik sedari permulaan.
Cinta tidak buta, tapi menerima...
Cinta itu buta? Tidak sama sekali. Orang yang mencinta melihat dan menyadari
sisi buruk kekasih. Karena besarnya cinta, dia berusaha menerima dan
mentolerir. Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik. Namun keinginan
itu haruslah didasari perhatian dan maksud baik. Tidak boleh ada kritik
kasar, penolakan, kegeraman, atau rasa jijik. Nafsulah yang buta. Meski
pasangan sangat buruk, orang yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu
menerima tanpa keinginan memperbaiki. Juga meninggalkan pasangan saat
keinginannya terpuaskan, hanya karena pasangan punya secuil keburukan yang
sangat mungkin diperbaiki. CINTA TIDAK MENGENAL ITU!!
Cinta memperhatikan kelanjutan hubungan
Orang yang benar-benar mencinta memperhatikan perkembangan hubungan dengan
kekasih. Dia menghindari segala hal yang mungkin merusak hubungan. Sebisa
mungkin dia melakukan tindakan yang bisa memperkuat, mempertahankan, dan
memajukan hubungan. Orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha
keras menyenangkan kekasih. Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar
kekasih menerimanya, sehingga tercapailah kepuasan yang diincar. Orang yang
mencinta menyenangkan pasangan untuk memperkuat hubungan.
Cinta berani melakukan hal menyakitkan dan BERKORBAN...
Selain berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh-sungguh mencinta
memiliki perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan
hal yang tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang
berkata "tidak" saat anaknya minta es krim, padahal sedang flu. Begitulah
kita semua seharusnya bersikap pada pasangan.
CINTA TIDAK PERLU APA, TIDAK PERLU HARUS SEPERI INI, SEPERTI ITU, CINTA TIDAK MENUNTUT KITA, CINTA HANYA PERLU MENGERTI DAN MENERIMA!!!
slamat membaca! moga2 berguna buat lw semua yang lagi ngerasain yang namanya CINTA!